Perempuan dalam Balutan Kegelapan : Memaknai Perlawanan Perempuan dalam Gerakan dalam #IndonesiaGelap

Politik Penulis Shallom Febe Marissa Saputro
Senin, 21 April 2025 - 23:50
Gambar Berita
Winnicode Officials

Tahun 2025 belum separuh jalan ditempuh bersama, tetapi telah terurai banyaknya asa perjuangan dan perlawanan. Mereka datang berbondong-bondong dari setiap sudut kota Indonesia. Ruang demokrasi yang kian menyempit, kebijakan publik yang disahkan tanpa mendengar suara-suara rakyatnya. Kritik dan saran dibungkam sebelum sempat tumbuh dan mengudara. Di dalam perjalanan panjang menyuarakan #IndonesiaGelap yang marak sejak awal tahun, di dalamnya turut serta langkah-langkah dari perempuan yang menolak tunduk pada sunyi. Terdengar langkahnya di tengah deru seruan di jalanan kota-kota besar, gema suaranya menyelinap di tiap penjuru negeri, tak kian redup semangatnya ditelan gelapnya ketidakadilan.  Fenomena tagar #IndonesiaGelap yang ramai di media sosial terutama di platform X (sebelumnya Twitter) sejak awal Februari 2025 merupakan simbol ketidakpuasan rakyat dengan kinerja pemerintah dan bentuk protes kolektif masyarakat Indonesia terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan rakyat dan memperburuk kondisi sosial-ekonomi negara (Salsabilla et al., 2025). Mengacu pada artikel yang ditulis oleh Abdurohman (2025), simbol yang digunakan pada gerakan #IndonesiaGelap adalah lambang Garuda dengan latar belakang hitam, melambangkan kegelapan situasi bangsa yang tidak hanya soal penerangan fisik, tetapi juga ketidakjelasan arah kebijakan pemerintah, ketidakadilan, dan kurangnya transparansi. Tagar ini menjadi wadah ekspresi kekecewaan dan keresahan publik, terutama generasi muda, terhadap isu-isu sosial, ekonomi, dan politik yang menempatkan Indonesia pada bayang-bayang ketidakpastian akan masa depan yang layak.  Salah satu bagian dari gelombang pergerakan #IndonesiGelap adalah protes masyarakat terhadap isu revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia. Berbagai lapisan masyarakat beraliansi bersama dalam upaya menyuarakan terkait keresahan masyarakat apabila Revisi UU TNI benar-benar disahkan. Adapun pergerakan tersebut melibatkan mahasiswa, dosen, perempuan, dan organisasi masyarakat sipil di berbagai daerah seperti Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, dan Bandung pada Maret 2025. Keresahan masyarakat tersebut mengakar dari revisi UU TNI yang membuka ruang bagi anggota militer aktif menduduki jabatan sipil bukan hanya soal pergeseran institusional, melainkan ancaman nyata terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi, terutama bagi kelompok rentan dan perempuan. Menurut Pertiwi (2025) dalam tulisannya di website resmi Konde.co dijelaskan bahwa Militerisme menjadi ancaman serius bagi demokrasi dan kebebasan perempuan karena kecenderungannya memperkuat sistem kekuasaan yang bersifat kaku dan vertikal. Model kekuasaan seperti ini