Kita Tidak Boleh Menjadi ‘Seseorang’ yang Patriarkis

Gender 1 Penulis Muhamad Refan Nibrasy

Minggu 3 November 2024 Pukul 14:48 Wib

Gambar Berita
Winnicode Officials

Indonesia masih memerlukan kesadaran untuk melawan sistem patriarki. Hal ini dubktikan dengan masih banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh laki-laki. Data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan mencatat sebanyak 289.111 kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2023. Belum lagi kekerasan yang tidak dilaporkan yang dapat berjumlah lebih banyak. Angka ini dapat dikaitkan dengan sistem patriarki yang menaruh posisi sosial laki-laki lebih tinggi terhadap kaum perempuan. Sistem patriarki menyebabkan kaum laki-laki memiliki justifikasi untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apapun. Di Indonesia, sistem ini telah mengakar sejak puluhan tahun yang lalu dan tidak ada habisnya karena telah diwariskan secara turun temurun, salah satunya melalui tradisi keluarga. 

Lebih lanjut, sistem patriarki merupakan sistem yang menghendaki ide-ide kultural mengenai identifikasi dua gender, yakni laki-laki dan perempuan. Identifikasi ini termasuk identitas, tujuan, dan distribusi sumber daya kedua gender yang tidak merata. Laki-laki dianggap lebih superior daripada perempuan, sehingga perempuan dipaksa tunduk pada setiap perintah laki-laki atau mereka akan menerima perlakuan kasar dari laki-laki. Sistem ini menyebabkan berbagai permasalahan hak asasi manusia di Indonesia, seperti kekerasan, pelecehan seksual, hingga objektifikasi perempuan oleh laki-laki. Tentu sistem ini harus berhenti secepatnya, dan generasi muda yang harus memulai pemutusan sistem patriarki.

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memutus rantai ini. Satu cara yang dapat dimulai dari diri kita adalah meningkatkan kesadaran di sekitar kita mengenai pentingnya kesetaraan gender. Dengan menyebarkan kesadaran lewat edukasi dan diskusi dengan beberapa orang terdekat akan cukup untuk mendobrak norma-norma patriarki. Namun, cara tersebut memerlukan tindakan kolektif, tidak cukup hanya satu atau dua orang yang bergerak. Oleh karenanya, komunitas yang terlibat dalam kesetaraan gender perlu diperluas untuk mengadvokasi pemikiran-pemikiran yang dapat menentang sistem patriarki di Indonesia. Komunitas ini juga dapat digunakan untuk mengadvokasi hak-hak perempuan yang terancam kepada pihak berwenang untuk ditindaklanjut secara hukum. Dengan demikian, elemen-elemen yang terlibat dalam aktivisme kesetaraan gender akan efektif dalam menghapuskan sistem patriarki yang mengakar dalam praktik budaya secara turun temurun dan menciptakan masyarakat yang inklusif dan adil bagi semua gender.